Monday, 18 February 2008

BAGIAN 7 - SINAR AVEDI AGUNG AU CO

Vailixi emas terus bergerak ke timur dengan kecepatan tinggi. Tidak satupun Asvin yang mengejar. Semalaman wahana itu dipaksa untuk terbang melintasi pengunungan. Dimas dan Raji memutuskan mengambil jalan memutar ke timur. Mereka tidak mau lagi melintasi wilayah Dravida dan beresiko bertempur lagi dengan mereka. Dimas ingin jalan yang lebih aman karena ada muatan berbahaya yang mereka bawa. Dua buah senjata sakti pemusnah bintang yang dicuri dari bangsa Asvin berada dalam vailixi emas. Selain tidak tahu apa yang harus dilakukan benda berbahaya itu. Dimas memutuskan untuk meminta bantuan kepada Bangsa Sinaravedi di Hoa-Binh. Fajar baru saja menyingsing di timur. Berkas cahayanya masih terasa lemah. Hutan-hutan di bawah masih begitu gelap dan belum dapat dikenali.

“Kau sudah tahu dimana letak hutan para Bangsa Sinaravedi ?” Raji agak khawatir kalau Dimas tidak tahu arah mana yang dituju.

“Aku rasa aku aku tahu dimana letaknya. Gandrung pernah menceritakan tempatnya kan. Mereka tinggal di pegunungan antara sungai hitam dan sungai merah.

“Aku akan melihat peta dalam layarku.” Dimas menampilkan gambar peta wilayah Viet dalam layarnya. Dua buah garis yang meliuk-liuk berakhir di laut timur.

“Aku menemukannya. Kita harus bergerak ke tenggara.” Dimas terus memperhatikan layarnya. Raji mengikuti saran Dimas. Kemudinya dibelokan ke kanan. Vailixi emas itu bergerak menikung dengan cepat.

“Kita sudah mendekati hulu sungai merah dan sungai hitam. Bergeraklah ke balik bukit itu.” Dimas menujuk arah pegunungan di depan mereka. Raji kemudian merendahkan ketinggian terbang dan mengarahkan vailixi emas ke puncak bukit yang paling tinggi. Semakin dekat dengan puncak bukit, Raji melambatkan kecepatannya. Dimas terlihat sibuk dengan layarnya.

“Raji layarku mulai tidak bekerja, semua gambar mulai hilang.” Dimas berusaha terus mengembalikan layarnya. Tetapi semakin lama layar di depan Raji makin tidak jelas. Dimas mulai merasakan apa yang sedang terjadi pada layar pemantaunya. Vailixi emas kini hilang dari kendalinya. Semuanya mati. Wahana itu meluncur jatuh dengan cepat.

“Dimas aku juga kehilangan kendali. Vailixi ini akan jatuh.” Raji melepaskan tuas kemudinya. Vailixi emas itu terus meluncur jatuh dengan cepat. Dimas dn Raji masih berusaha memperbaiki kendali. Tetapi usaha mereka sia-sia.

“Kita harus melompat keluar” kata Dimas. Raji mengangguk. Tetapi sesaat kemudian wahana itu seperti melambat kemudian melayang turun perlahan persis di atas rumput hutan. Dimas dan Raji saling pandang. Semua kendali mati, tetapi wahana ini bisa melayang. Dimas berpikir ini pasti ada kaitannya dengan wilayah Bangsa Sinaravedi Hoa-Binh. Raji membongkar pintu yang tertutup es buatannya. Dengan hati-hati kakinya melangkah turun dari vailixi emas. Dimas melompat dengan cepat dari belakang dan menarik Raji jatuh ke rumput. Dua larik sinar keemasan meluncur deras di atas kepala mereka dan menghantam badan vailixi emas. Wahana itu berdebum keras dan bergeser beberapa langkah. Sesaat kemudian dua larik sinar emas datang dari arah yang sama mengarah kepada mereka berdua. Dimas menutup mereka dengan pelindung gaib. Dentuman keras saat dua sinar emas pecah buyar tepat di atas Dimas. Dimas merasakan tangannya kesemutan akibat benturan itu. Raji tak mau tinggal diam, tangannya langsung menaik air di kubangan di sekitarnya membekukannya menjadi es berbentuk belati kemudian melontarkannya ke dalam rimbunan pohon sumber serangan. Tidak terdengar suara apapun. Hutan lebat yang mengelilingi lapangan rumput dan perdu itu tiba-tiba berubah menjadi bangunan. Pohon-pohon berubah menjadi pilar-pilar, cabang-cabang dan ranting menjadi langit-langit,daun-daun menjadi atap. Cahaya keemasan menebar di seluruh pilar dan langit-langit. Sebuah rombongan muncul dari dalam berdiri diam. Seorang wanita berpakaian panjang berwarna putih menjuntai ringan di terpa angin. Tangan menggenggam tongkat putih bermata batu bening bersinar kebiruan. Rambutnya berwarna kuning keemasan bermakhota kecil terurai panjang melewati bahu. Mata yang biru langit menyorot tajam. Tidak pernah ada yang sanggup bertatapan mata dengan seorang Sinaravedi. Manusia akan langsung tidur melek selama bertahun-tahun atau bahkan mati beku. Beberapa yang lain terdiri dari pria dan wanita berdiri di sekelilingnya dengan pakaian putih keemasan.

“Anak Narapati datang dengan vailixi bukan hal yang seharusnya. Apakah yang tertulis memberikan buktinya sekarang ? Apakah ada sebuah penjelasan ?” Perempuan itu berbicara. Suaranya begitu lembut mendayu membuat Raji langsung tertidur pulas. Dimas berusaha sekuat tenaga mendorong rasa kantuk yang tiba-tiba menyerangnya.

“Maafkan kami, kami datang mencari tempat tinggal Sinaravedi Au Co. Kami hendak meminta pertolongan” Dimas berusaha menutup kedua kupingnya dengan jari. Tetapi suara perempuan itu begitu lembut hingga bisa masuk dengan mudah dan terus mendorong rasa kantuk Dimas.

“Seribu tahun Narapati dan Sinaravedi tak memiliki hubungan, mengapa sekarang datang meminta pertolongan?”

“Kami membawa senjata sakti pemusnah bintang milik Asvin.”

Tiba-tiba saja Dimas merasa ada sesuatu yang menyentuh kepalanya. Rasa dingin menjalar pelan. Dimas segera menyadari ada yang berusaha membaca pikirannya. Dengan sekuat tenaga Dimas berusaha mendorongnya keluar dari pikirannya. Rasa hangat mulai menjalari kepalanya. Dingin yang tadi mulai pudar. Tiba-tiba matanya menatap balik kepada orang yang baru saja berusaha membaca pikirannya. Sepasang mata biru milik perempuan di hadapannya. Dimas tidak sadar kalau hubungan pikirannya yang dikira telah putus saat berhasil mendorong rasa dingin itu, ternyata masih terkait. Tanpa kesadaran sendiri Dimas balik membaca pikiran orang itu. Orang itu gelagapan mendapat serangan balik dari Dimas. Dua buah cahaya saling mendorong. Cahaya kuning keemasan yang meluncur dari dahi Dimas yang telah bersinar keemasan terus mendorong cahaya perak yang meluncur dari dahi perempuan itu. Orang-orang di sekelilingnya menjaga jarak darinya. Perlahan cahaya emas menguasai semuanya dan berhasil mengurung orang yang berada di balik hutan.Tak kuasa pikirannya dibaca bolak balik oleh Dimas yang juga tidak sadar melakukannya. Orang itu mengejang tak mampu mengendalikan gerakannya.

“Maafkan kelancanganku aku tidak bermaksud buruk, aku hanya ingin memastikan pada yang mulia memang berada disini.” Suara yang begitu merdu dan lembut dari perempuan itu bergema di dalam hutan kemudian memberikan salam sembah kepada Dimas yang sudah bersinar terang keemasan. Orang-orang disekitarnya ikut berlutut menyembah Dimas. Setelah mendengar permintaan maaf sinar keemasan itu mulai meredup dan hilang sama sekali. Dimas kembali kepada kesadarannya semua. Sedangkan Raji masih tertidur pulas.

“Maafkan saya, apakah yang telah terjadi ?” Dimas kebingungan. Perempuan di depannya berserta para pengikutinya bangkit. Perempuan itu bersikap kembali seperti biasa.

“Selamat datang di kediaman Sinaravedi. Aku Sinaravedi Agung Au Co.” Sapa perempuan itu menghampiri

“Namaku Dimas dan ini temanku Raji. Kami datang untuk meminta bantuan” Kecantikan peremuan begitu mempesona. Kulitnya putih bersinar.

“Aku sudah tahu anakku, sekarang masuklah !”

Dimas agak bingung, Raji belum lagi sadar. Tampaknya pengaruh suara Sinaravedi Agung Au Co. Perempuan itu tersenyum geli melihat Raji.

“Temanmu sepertinya kelelahan. Dia memang sedang tidur. Biarlah kami akan membawanya.” Sinaravedi Agung Au Co memberikan perintah kepada orang-orang di sekitarnya. Beberapa mengurus vailixi emas sementara yang lain membopong Raji ke dalam.

Pilar-pilar lurus berbentuk batang pohon berbaris indah di sepanjang koridor masuk. Langit-langit yang dijalin dari cabang-cabang pohon yang saling berkait membentuk kubah-kubah pada setiap pertempuan empat pilar. Lantai hutan telah berubah menjadi permadani lumut hijau yang begitu empuk dan dingin. Cahaya kuning keemasan yang datang dari benda-benda bergerak melayang seperti kunang-kunang menyebar di seluruh langit-langit. Sebuah sarang menggantung di tengah-tengah kubah menjadi tempat berkumpulnya cahaya.

Tak lama kemudian mereka tiba di sebuah balairung yang sangat megah dengan cahaya lampu berbentuk bunga terompet berjumlah ratusan menggantung lurus dengan panjang tak berarturan dari langit-langit dahan. Beberapa orang sudah menunggu memberikan salam hormat kepada Sinaravedi Agung Au Co. Perempuan cantik itu duduk di singgasananya.

“Nah Dimas, beristirahatlah disini. Kau bisa melanjutkan perjalananmu besok.”

“Baiklah Sinaravedi Agung”

Dimas didampingi seorang Sinaravedi laki-laki menuju tempat istirahat yang telah disediakan. Di dalam kamar berkubah putih itu Raji sudah tertidur pulas di sebuah kasur. Dimas mengambil kasur kosong di sebelahnya. Badannya yang lelah direbahkan di atas kasur empuk yang memberikan rasa dingin yang ringan dan menyegarkan tubuhnya. Matanya berusaha terus dipejamkan, tetapi pikirannya terus melayang. Ada waktu yang hilang yang tidak diketahuinya. Matanya menatap Raji, tapi dia pun tidak bisa menanyakannya kepada Raji. Seingatnya Raji telah tertidur lebih dulu sebelum dirinya kehilangan kesadaran. Dimas terus berusaha mengingat saat antara apa yang terjadi setelah dia merasakan ada yang membaca pikirannya hingga dia melihat kembali rombongan Sinaravedi Agung Au Co bangkit dari posisi berlutut. Apakah mungkin dirinya akhirnya tertidur akibat pengaruh suara Sinaravedi Agung Au Co ? Tapi kenapa mereka harus berlutut ? Ingin sekali rasanya Dimas bertanya kepada Sinaravedi Agung Au Co, apa yang terjadi kepadanya. Tapi niat itu urung dilakukan. Akhirnya istirahatnya hanya bisa dilakukan dengan rebahan saja.

---- *** ----

Matahari telah mencapai teriknya. Dimas dan Raji telah dibangunkan. Sinaravedi Agung Au Co memanggil mereka ke balairung. Sinaravedi Agung Au Co telah duduk di singgasananya. Dimas dan Raji diberikan duduk di sampingnya.

“Dimas, Raji, sebelum kalian kembali ke Sunda Buana, Terimalah hadiah dariku.” Sinaravedi Agung Au Co menyerahkan selembar naskah yang tergulung rapi dan terikat sebuah akar kering. Dimas menerima benda tersebut yang dikenali Dimas sebagai naskah Sinaravedi.

“Terima kasih Sinaravedi Agung Au Co.”

“Kalian harus menyelamatkan Narapati dari kemusnahan. Gunakanlah naskah itu sebagai petunjuk. Mudah-mudahkan kalian dilindungi Sang Isvarah. Sekarang berangkatlah !”

Dimas dan Raji kemudian di kawal menuju sebuah altar bundar di tengah balairung. Mereka berdua diminta naik dan berdiri di tengah altar tersebut. Seorang Sinaravedi menekan beberapa aksara di sekeliling altar. Sesaat kemudian Dimas dan Raji seperti jatuh ke dalam lubang. Bau busuk tercium menyengat saat mereka tiba di sebuah gorong-gorong. “Ah gorong-gorong lagi” pikir Raji. Mereka mengenali dimana mereka berada. Kemudian mereka kembali menyusuri lagi gorong-gorong di bawah kota Sunda Buana.

No comments: